Monday, March 3, 2014

Dieng, Negeri di Atas Awan

Sebenarnya ini perjalanan tahun lalu tapi baru sempat diposting sekarang. Alasannya sibuk kerja dan lain sebagainya, tapi gara-gara baca postingan teman saya, Arif dan Nadhira akhirnya hasrat untuk menulis lagi menggebu-gebu.

“ Dan, perjalanan hanya akan menjadi perjalanan, saat tak ada yang sudi menceritakan kisah yang menyertainya.
 Maka, temuilah, lewati batas, tuntaskan jarak.
Ceritakan- setidaknya kepada diri sendiri, tentang jawaban yang kita temui ”
-The Journeys 3-

Pertama kali menginjakkan kaki di Dataran Tinggi Dieng saya sudah jatuh cinta dengan tempat ini, di awal perjalanan memasuki daerah Dieng saja mata saya sudah dimanjakan pemandangan yang indah sekali. Perjalanan kali ini saya bersama adik saya berawal dari rasa penasaran saya dengan anak rambut gimbal dan ritual pemotongan rambut gimbal. Tapi ternyata acara tersebut digelar sekitar bulan Juli, saat itu kita ke sana bulan September. Ya sudah kita berdua tetap berangkat tanpa ekspektasi apa-apa. Perjalanan dimulai dari Surabaya naik bis jam 10 malam, awalnya sih mau naik Bus Eka jurusan Semarang tapi apa mau dikata bus nya penuh sesak dan  tubuh saya yang bohay ini didorong orang  sampai terjatuh :( .  Akhirnya putar haluan kita naik Bus Mira jurusan Yogyakarta. Sampai di Yogyakarta pukul 5 pagi dan setelah tanya ke petugas terminal ternyata sudah ada bus yang ke arah Magelang.  Kita langsung berangkat naik bus dan untuk pertama kalinya saya naik bus sama dengan naik roller coaster. Kernet  sama supirnya sih suruh kita rileks aja, aduh paaak ini bawa manusia lho bukan sayuran!

Setelah perjalanan yang cukup buat adrenaline memuncak,akhirnya  kita sampai di Magelang. Perjalanan Magelang-Wonosobo menggunakan micro bis.. Entahlah, sepertinya supir bis  dan supir micro bis sodaraan kali yee, nyetirnya sama-sama bikin jantungan! Tapi perjalanan yang melelahkan dan mendebarkan itu terbayar sama pemandangan menuju ke Dieng. Yang tadinya mumet, seketika itu otak langsung fresh. Sebenarnya untuk menuju Wonosobo-Dieng bisa dilanjut naik micro bis lagi, tapi berhubung kita kurang update info dan sudah capek banget, begitu ditawari ojek kita langsung setuju dengan proses tawar-menawar dahulu. Perorang kena 100rb itu sudah sampai penginapan dan keliling kawasan Dieng seperti Telaga Warna, Kawah Sikidang, dan Komplek Candi Arjuna.


Pemandangan dari Gardu Pandang



Sampai di Dieng kita langsung menuju penginapan untuk taruh barang-barang dan bersih-bersih diri dulu. Setelah itu kita langsung berangkat ke tempat pertama yaitu Telaga Warna. Air di telaga warna terlihat ada gradasi warna biru. Di dalam Telaga Warna ada Telaga Pangilon yang artinya cermin tapi sayangnya waktu ke sana agak mendung, jadi nggak begitu terlihat pantulannya. 

Telaga Warna




Telaga Pengilon dan mbak-mbak yang sedang galau :))

Setelah dari telaga Warna dan Pengilon, kita langsung menuju ke kawah Sikidang. Kidang dalam bahasa Jawa artinya rusa. Menurut cerita, dinamakan Kawah Sikidang karena dulunya ada seorang raja yang bernama Kidang yang punya tanduk rusa (kidang) ingin meminang ratu Shinta Dewi. Tapi karena si Ratu ini gak suka, ditolak deh si Raja ini. Caranya waktu Raja buat sumur, si Ratu menguburnya di dalam sumur *penolakannya serem yaaa*. Akhirnya si Raja marah sampai keluar uap dan air panas dari dalam tanah. Maka, jadilah kawah Sikidang yang sekarang ini. Untuk masuk ke Kawah Sikidang disarankan untuk memakai masker karena bau belerangnya menyengat.  

Kawah Sikidang

 
Menyempatkan untuk berselfie sukaesih dulu :D
Setelah itu kita lanjut tujuan akhir untuk hari pertama di Dieng yaitu komplek candi Arjuna. Di komplek candi Arjuna juga ada museum buat melihat sejarah Dieng dan juga bisa menonton film sejarah Dieng. Di komplek candi ini kita bener-bener menikmati sore yang nggak kayak biasanya, duduk-duduk di rumput sambil lihat awan dan dapat bonus pemandangan yang keren.  Kita baru sadar hawanya semakin dingin, setelah lihat jam ternyata hampir menjelang magrib kita di komplek candi Arjuna. Yaa gini kalau udah duduk-duduk santai selalu suka lupa waktu hahaha.




Besok subuhnya kita langsung menuju bukit Sikunir buat lihat sunrise. Ke sana kita naik ojek yang setelah proses tawar menawar akhirnya dapet Rp. 150.000 buat 2 ojek. Ya udah sih langsung oke daripada jalan yang jaraknya 7km dari penginapan -__- . Udara subuh di Dieng itu bener-bener menusuk sampai ke tulang-tulang saking dingin BANGET! Si Diva agak norak sih soalnya dia baru pertama kali mengeluarkan  asap dari mulutnya karena udara yang dingin banget hahaha :)) Kalau kata mas ojeknya sih ini belum seberapa, kalau bulan Juli-Agustus biasanya airnya jadi es karena suhunya bisa sampai -1o. Aduh maaak, nggak kebayang dinginnya kayak gimana -___-

Untuk masuk ke bukit Sikunir kita melewati Desa Sembungan, desa tertinggi di Jawa. Karena masih gelap, jalan ke bukit Sikunir yang jarak tempuhnya ±1km dari parkir motor kita harus pake senter. Karena kondisi jalannya yang agak licin, ada 5x mungkin kepleset. Sebaiknya kalau mau naik bukit, pakai sepatu yang nggak licin dan hari-hari sebelumnya olahraga biar nggak ngos-ngosan pas jalan menanjak *note to myself*
Perjalanan yang lumayan buat ngos-ngosan bagi saya akhirnya terbayar dengan sunrise yang cantik di Bukit Sikunir :’) Nggak ada yang mudah untuk mendapatkan sesuatu yang berharga.

Sunrise di Bukit Sikunir

 


Di kawasan bukit Sikunir juga ada danau Kecebong, kenapa dinamakan Kecebong? Karena kalau dilihat dari atas bentuk danaunya mirip kecebong. Di sini juga banyak pohon Carica, buahnya yang bentuknya mirip sama pepaya tapi dalam versi mini. Biasanya dibuat manisan Carica, enak kok bisa buat oleh-oleh juga. Di sepanjang jalan balik ke penginapan pemandangannya nggak kalah keren, cocok banget buat syuting video klip *halah* . 



Karena waktu nya yang sedikit dan  pulangnya pilih naik kereta api malam jurusan ke Malang akhirnya kita pilih balik ke Yogyakarta jam 10 pagi, takut kena macet di jalan. Jadi ya nggak sempat untuk menjelajahi Dieng semuanya. 

Next time, harus bisa menjelajahi Dieng sepuasnya!  ;)

2 comments:

  1. Dengan dikeluarkan tulisan di blog ini, saya menyataken resmi ngiri dan nganan.
    Aaaakk huhuuhuu.

    ReplyDelete