“ Dan, perjalanan hanya akan menjadi
perjalanan, saat tak ada yang sudi menceritakan kisah yang menyertainya.
Maka,
temuilah, lewati batas, tuntaskan jarak.
Ceritakan- setidaknya kepada diri sendiri,
tentang jawaban yang kita temui ”
-The
Journeys 3-
Pertama kali menginjakkan kaki di Dataran Tinggi Dieng saya sudah
jatuh cinta dengan tempat ini, di awal perjalanan memasuki daerah Dieng saja
mata saya sudah dimanjakan pemandangan yang indah sekali. Perjalanan kali ini
saya bersama adik saya berawal dari rasa penasaran saya dengan anak rambut gimbal
dan ritual pemotongan rambut gimbal. Tapi ternyata acara tersebut digelar
sekitar bulan Juli, saat itu kita ke sana bulan September. Ya sudah kita berdua
tetap berangkat tanpa ekspektasi apa-apa. Perjalanan dimulai dari Surabaya naik
bis jam 10 malam, awalnya sih mau naik Bus Eka jurusan Semarang tapi apa mau
dikata bus nya penuh sesak dan tubuh
saya yang bohay ini didorong orang
sampai terjatuh :( .
Akhirnya putar haluan kita naik Bus Mira jurusan Yogyakarta. Sampai di Yogyakarta
pukul 5 pagi dan setelah tanya ke petugas terminal ternyata sudah ada bus yang
ke arah Magelang. Kita langsung
berangkat naik bus dan untuk pertama kalinya saya naik bus sama dengan naik
roller coaster. Kernet sama supirnya sih
suruh kita rileks aja, aduh paaak ini bawa manusia lho bukan sayuran!
Setelah perjalanan
yang cukup buat adrenaline memuncak,akhirnya kita sampai di Magelang. Perjalanan
Magelang-Wonosobo menggunakan micro bis.. Entahlah,
sepertinya supir bis dan supir micro bis
sodaraan kali yee, nyetirnya sama-sama bikin jantungan! Tapi perjalanan yang
melelahkan dan mendebarkan itu terbayar sama pemandangan menuju ke Dieng. Yang
tadinya mumet, seketika itu otak langsung fresh. Sebenarnya untuk menuju
Wonosobo-Dieng bisa dilanjut naik micro bis lagi, tapi berhubung kita
kurang update info dan sudah capek banget, begitu ditawari ojek kita langsung setuju dengan proses tawar-menawar dahulu. Perorang kena 100rb itu sudah sampai
penginapan dan keliling kawasan Dieng seperti Telaga Warna, Kawah Sikidang, dan
Komplek Candi Arjuna.
Pemandangan dari Gardu Pandang |
Sampai di Dieng kita langsung menuju penginapan untuk taruh
barang-barang dan bersih-bersih diri dulu. Setelah itu kita langsung berangkat
ke tempat pertama yaitu Telaga Warna. Air di telaga warna terlihat ada gradasi
warna biru. Di dalam Telaga Warna ada Telaga Pangilon yang artinya cermin tapi
sayangnya waktu ke sana agak mendung, jadi nggak begitu terlihat pantulannya.
Telaga Warna |
Telaga Pengilon dan mbak-mbak yang sedang galau :)) |
Setelah dari telaga Warna dan Pengilon, kita langsung menuju
ke kawah Sikidang. Kidang dalam bahasa Jawa artinya rusa. Menurut cerita,
dinamakan Kawah Sikidang karena dulunya ada seorang raja yang bernama Kidang
yang punya tanduk rusa (kidang) ingin meminang ratu Shinta Dewi. Tapi karena si
Ratu ini gak suka, ditolak deh si Raja ini. Caranya waktu Raja buat sumur, si
Ratu menguburnya di dalam sumur *penolakannya serem yaaa*. Akhirnya si Raja
marah sampai keluar uap dan air panas dari dalam tanah. Maka, jadilah kawah
Sikidang yang sekarang ini. Untuk masuk ke Kawah Sikidang disarankan untuk
memakai masker karena bau belerangnya menyengat.
Kawah Sikidang |
Setelah itu kita lanjut tujuan akhir untuk hari pertama di
Dieng yaitu komplek candi Arjuna. Di komplek candi Arjuna juga ada museum buat
melihat sejarah Dieng dan juga bisa menonton film sejarah Dieng. Di komplek
candi ini kita bener-bener menikmati sore yang nggak kayak biasanya,
duduk-duduk di rumput sambil lihat awan dan dapat bonus pemandangan yang keren.
Kita baru sadar hawanya semakin dingin,
setelah lihat jam ternyata hampir menjelang magrib kita di komplek candi
Arjuna. Yaa gini kalau udah duduk-duduk santai selalu suka lupa waktu hahaha.
Besok subuhnya kita langsung menuju bukit Sikunir buat lihat
sunrise. Ke sana kita naik ojek yang setelah proses tawar menawar akhirnya
dapet Rp. 150.000 buat 2 ojek. Ya udah sih langsung oke daripada jalan yang
jaraknya 7km dari penginapan -__- . Udara subuh di Dieng itu bener-bener
menusuk sampai ke tulang-tulang saking dingin BANGET! Si Diva agak norak sih
soalnya dia baru pertama kali mengeluarkan asap dari mulutnya karena udara yang dingin
banget hahaha :))
Kalau kata mas ojeknya sih ini belum seberapa, kalau bulan Juli-Agustus
biasanya airnya jadi es karena suhunya bisa sampai -1o. Aduh maaak,
nggak kebayang dinginnya kayak gimana -___-
Untuk masuk ke bukit Sikunir kita melewati Desa Sembungan,
desa tertinggi di Jawa. Karena masih gelap, jalan ke bukit Sikunir yang jarak
tempuhnya ±1km
dari parkir motor kita harus pake senter. Karena kondisi jalannya yang agak
licin, ada 5x mungkin kepleset. Sebaiknya kalau mau naik bukit, pakai sepatu
yang nggak licin dan hari-hari sebelumnya olahraga biar nggak ngos-ngosan pas
jalan menanjak *note to myself*
Perjalanan yang lumayan buat ngos-ngosan bagi saya akhirnya
terbayar dengan sunrise yang cantik di Bukit Sikunir :’) Nggak ada yang mudah
untuk mendapatkan sesuatu yang berharga.
Sunrise di Bukit Sikunir |
Di kawasan bukit Sikunir juga ada danau Kecebong, kenapa
dinamakan Kecebong? Karena kalau dilihat dari atas bentuk danaunya mirip
kecebong. Di sini juga banyak pohon Carica, buahnya yang bentuknya mirip sama
pepaya tapi dalam versi mini. Biasanya dibuat manisan Carica, enak kok bisa
buat oleh-oleh juga. Di sepanjang jalan balik ke penginapan pemandangannya
nggak kalah keren, cocok banget buat syuting video klip *halah* .
Karena waktu nya yang sedikit dan pulangnya pilih naik kereta api malam jurusan
ke Malang akhirnya kita pilih balik ke Yogyakarta jam 10 pagi, takut kena macet
di jalan. Jadi ya nggak sempat untuk menjelajahi Dieng semuanya.
Next time, harus
bisa menjelajahi Dieng sepuasnya! ;)
Dengan dikeluarkan tulisan di blog ini, saya menyataken resmi ngiri dan nganan.
ReplyDeleteAaaakk huhuuhuu.
bisa kali yaaa langsung berangkat! :))
Delete